Headlines

MENIKAH, PACARAN ATAU JADI MUHIBBUL QUR’AN

Pernikahan adalah ikatan suci yang dilakukan oleh pasangan suami istri, hal ini sangatlah momen yang sangat dinanti oleh kalangan pemuda-pemudi. Sehingga mereka memilih pasangan sangatlah berhati-hati untuk menjalani cinta yang abadi, karena hal bukan hanya untuk kepentingan duniawi akan tetapi juga ukhrowi. Namun diera globalisasi ini, banyak pemuda-pemudi menikah setelah menjalani yang namanya pacaran terlebih dahulu konon untuk mengenal lebih dalam karakter calon suami maupun calon istri.

Pacaran adalah hubungan hati dari dua sejoli untuk saling menjajaki untuk membangun rumah tangga yang harmonis dan langgeng sampai mati. Dalam hal ini tidak ada yang melegalkannya baik agama maupun negara apalagi kita yang berada di lingkungan pesantren pasti hal tersebut merupakan larangan keras, andaipun ada hanyalah janji atau komitmen yang dibuat-buat sendiri. Realita yang ada memang banyak yang menikah setelah menjalani pacaran bertahun-tahun namun endingnya bukan malah membuat mereka bahagia justru berujung kecewa dan sakit hati.

Namun kita yang masih berpendidikan di Pondok Pesantren, tentu ilmu keagamaan kita sangat kokoh yang berpegang teguh pada Al-Qur’an dan hadits sehingga bagi kalangan santri banyak yang tidak mengenal yang namanya pacaran, yang dikenal hanyalah seseorang yang sangat cinta akan Al-Qur’an (Muhibbul Qur’an ).

Al-Qur’an adalah mukjizat yang diturunkan oleh Allah SWT kepada baginda Nabi Muhammad SAW pada 17 Ramadhan. Keagungan Al-Qur’an dan kemampuannya, bukan hanya diketahui atau dapat dirasakan oleh mereka yang mempercayai dan mengharap petunjuk-petunjuknya, akan tetapi juga dirasakan oleh semua orang yang mengenal secara dekat gengan Al-Qur’an.

Tiada suatu bacaan yang dapat menimbulkan kenyamanan kecuali Al-Qur’an, jika dipelajari maka fikiran akan menjadi tentram, buku yang paling indah sempurna, tidak ada dan tidak akan ada yang bisa menandingi sampai hari akhir. Pada saat ini banyak para santri yang menghafalkan dan mendalami ilmu yang terdapat dalam Al-Qur’an, bahkan saking cintanya terhadap Al-Qur’an ketika menikahpun sebagian dari mereka membayar mahar menggunakan Al-Qur’an untuk mengajarkan kepada istrinya. Oleh karena itu apakah hal tersebut diperbolehkan ?

Nikah disunnahkan seseorang yang membutuhkan sebab keinginannya untuk bersenggama dengan syarat harus memberikan apresiasi seperti mahar dan nafkah kepada sang istri, jika tidak memberikan apresiasi maka tidak disunnahkan untuk menikah. Dalam kitab hasyiyatul bajuri mahar adalah kewjiban suami memberikan harta pada calon istri disebabkan adanya nikah. Memberikan mahar hukumnya wajib dengan salah satu dari tiga syarat

  1. Jika calon suami menentukan mahar sedangkan calon istri meridho’inya
  2. Jika hakim sudah menentukan maharnya
  3. Jika suami sudah menyetubuhi istrinya 

Memang benar, dalam menentukan mahar itu tidak ada batasan akan tetapi, bisa dianggap cukup dengan syarat mahar tersebut bisa dijadikan harta atau manfaat. Dalam kasus ini yang lebih tepat adalah mahar tersebut bisa dijadikan manfaat

(ويجوز أن يتزوجها على منفعة معلومة) كتعليمها القرآن.

Artinya: dipebolehkan menikah menggunakan mahar dengan manfaat yang diketahui seperti mengajari Al-Qur’an

Leave a Reply