Cukup menarik bercampur rasa heran, membaca tanggapan sebagian teman² iksaba, pasca keluarnya surat edaran yang berisi kebijakan pengurus yayasan dan pengurus pesantren yang disetujui oleh Syaikhina, dalam menghadapi penyebaran virus corona atau yg disebut covid 19.
Entah apa yang menjadi argument, sebagian berpendapat kebijakan tersebut dianggap kurang tepat, bahkan ada bahasa yang cukup ekstrim mengaitkannya dengan masalah keimanan yaitu dengan bahasa lebih takut kepada Allah apa pada virus corona?
Dengan tidak bermaksud menggurui siapapun, al-faqir hanya merasa perlu, sekedar meluruskan dalam memahami kebijakan tersebut. Menurut hemat al faqir, langkah-langkah tersebut sudah sangat tepat, dipandang dari sudut manapun, baik secara
Akal sehat maupun secara syariat. Secara akal sehat, ketika data dan bukti sudah jelas, bahwa virus corona sudah mewabah hampir diseluruh negara di dunia, tidak terkecuali di negara kita, bahkan sudah masuk wilayah jatim, dan mulai masuk wilayah lumajang dengan begitu cepatnya.
Sementara data Informasi dari pihak pemerintah melalui menkes, virus corona ini, sangat mudah menular terutama dititik titik berkumpulnya orang. Sehingga pemerintah sebagaimana maklum meliburkan semua jenjang pendidikan dinegeri ini. Maka yayasan melihat fakta ini dengan akal sehat, bagaimana virus ini jangan sampai menular pada santri. Dan (na’udzubillah) bisa dibayangkan jika ada salah satu santri saja kemudian tertular virus ini. Bagaimana membayangkan cepatnya menular kepada yang lain. Sementara titik kumpul yang paling banyak dan paling sering adalah di pondok pesantren. Maka tidak heran jika langkah ini sebelumnya, sudah dilakukan oleh pesantren besar lainnya, seperti pesantren jombang, lirboyo bahkan sidogiri. Maka kebijakan yayasan dan pesantren sebagaimana surat edaran tersebut, bukan hanya tepat, tapi harusnya diapresiasi, karena sudah melangkah dengan cepat dan tepat, dalam usaha dan upaya menyelamatkan para santri dari bahaya virus yg sangat berbahaya ini, sebagai bentuk tanggung jawab penuh yayasan dan pesantren kepada para wali santri, sebagai penerima amanah.
Dilihat dari persepektif syariat, mari kita lihat. Benarkah Nabi Muhammad SAW. mengajarkan kita, jika ada wabah lalu cukup pasrah (tawakkal) saja? Dalam sebuah hadist riwayat imam Bukhori Nabi sersabda
: عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ غَطُّوا الْإِنَاءَ وَأَوْكُوا السِّقَاءَ فَإِنَّ فِي السَّنَةِ لَيْلَةً يَنْزِلُ فِيهَا وَبَاءٌ لَا يَمُرُّ بِإِنَاءٍ لَيْسَ عَلَيْهِ غِطَاءٌ أَوْ سِقَاءٍ لَيْسَ عَلَيْهِ وِكَاءٌ إِلَّا نَزَلَ فِيهِ مِنْ ذَلِكَ الْوَبَاءِ”
Dari Jabir bin ‘Abdullah ia berkata; Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tutuplah bejana-bejana, dan ikatlah tempat-tempat minuman, karena di suatu malam pada setiap tahunnya akan ada wabah penyakit (berbahaya) yang akan jatuh ke dalam bejana dan ke tempat-tempat air yang tidak tertutup” (HR. Muslim).
Hadist yg kedua, Nabi bersabda:
إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلَا تَدْخُلُوهَا وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلَا تَخْرُجُوا مِنْهَا”
Apabila kalian mendengar wabah lepra di suatu negeri, maka janganlah kalian masuk ke dalamnya, namun jika ia menjangkiti suatu negeri, sementara kalian berada di dalamnya, maka janganlah kalian keluar dari negeri tersebut” (HR. al-Bukhari).
Pada hadist pertama, memberikan motifasi, pentingnya langkah antisipatif terhadap terjangkitnya wabah atau penyakit, sementara pada hadist kedua, lebih pada langkah isolatif untuk mencegah menularnya suatu wabah penyakit kepada yang lain. Dalam kontek ini, langkah yayasan dan pesantren sudah sesuai secara syar’i dalam membuat kebijakan untuk mencegah menularnya virus tersebut, yaitu dengan membuat cara, bagaimana santri tidak keluar dari kalangan pesantren, sementara yg dari luar juga dilakukan langkah antisipasi dan memastikan, supaya kemungkinan pihak luar membawa virus corona di wilayah pesantren benar benar terjamin dan steril sehingga aman masuk di pesantren. Sampai disini, Apakah masih mau menilai bahwa langkah yayasan dan pesantren terutama pengasuh masih dianggap kurang tepat, apalagi dianggap kurang bertauhid?
Oleh: H. Mohammad Taufiq Syam, M.Pd (Tenaga Pendidik Madin Miftahul Ulum dan Rois Syuriah MWC NU Sumberbaru Jember)
Saya juga agak “marah” dengan statment seperti itu, terlebih muncul dari kawan2 alumni.
Menurut saya, hal itu dipengaruhi oleh hoaks atau mungkin kajian2 dakwah di media sosial