Headlines

Cerpen : Antara Cinta dan Cita-cita

Mentari itu kini sudah mulai tampak di ufuk timur sana, memamerkan senyumnya  lewat cahayanya yang kini telah menyinari sang dunia. Langit nampak cerah berwarna biru di atas sana, terlihat indah dengan burung-burung yang berterbangan di atas langit itu, Subahanallah, sungguh indah ciptaan-Mu. Semua orang pasti akan bertasbih memuji keindahan-Mu. Hari bahagia setelah 5 bulan lamanya berada di Pondok Pesantren Miftahul Ulum tercinta, kini telah tiba hari liburan yang selalu ditunggu-tunggu oleh semua santri putra maupun putri. Jam sudah menunjukkan pukul 07.30 WIB, perhelatan acara Haflatul Imtihan baru saja di mulai, tak ketinggalan juga banyak para wali santri yang juga ikut hadir memeriahkan acara kali ini.

               Bunda, sapaku saat aku lihat Bunda sudah ada di depan asramaku, bukan hanya Bunda saja yang ku lihat waktu itu bahkan banyak juga ibu teman-temanku yang sudah duduk di depan asrama menunggu anaknya.

               “Bunda udah dari tadi?” tanyaku sambil mencium punggung tangannya, ku lihat Bunda juga mengukir senyum saat aku juga mengukir senyum dan menampakkan kedua lesung pipiku.

               “nggak kok nak, Bunda baru datang” jawab Bunda dengan nada suaranya yang terdengar lembut.

               “Bunda kesini sama siapa?”

               “Ayah, tapi sekarang Ayahnya sudah ada di santri putra, kan Ayah sekarang jadi panitia juga jadi sibuk” jawab Bunda santai. Ayahku memang menjadi ustadz di Pasantren ini, bahkan Ayah juga diberi tugas mengajar kelas 2 MTSD di putra. Setelah berbincang-bincang dengan Bunda, akupun kemudian langsung mengajak Bunda untuk ikut menyaksikan acara haflah yang sedang berlangsung.

                                                                           ***

               Jam terus saja berputar, tanpa terasapun sekarang senja itu sudah mulai nampak di ufuk barat sana dan acara haflahpun sudah selesai. Sontak saja aku dan Bundapun langsung pulang setelah terlebih dahulu Bunda menelepon Ayah dan memintanya agar mengantarkan aku dan Bunda pulang.

               “Gimana tadi acara haflahnya?” tanya Ayah saat kami sudah ada di dalam mobil.

               “Alhamdulillah Yah, semuanya berjalan lancar” jawabku singkat dan sopan.

               “Wisudanya?” tanya Ayah lagi.

               “Alhamdulillah berjalan dengan lancar juga Yah”

               “Alhamdulillah anak kita juara 2 Ayah” timpal Bunda yang sedari tadi hanya diam, ku lihat Ayah malah tersenyum mendengar penuturan Bunda tadi, tanpa terasa aku memang sudah kelas 3 SMA  dan kelas 3 MTSD, sudh 6 tahun lamanya aku ada di pesantren ini hingga kini aku lulus dengan nilai baik.

               “Alhamdulillah Ayah senang mendengarnya”

                                                                                          ***

               Hari terus berganti hari,tanpa terasa sudah 1 minggu aku ada di rumah. Bahagia memang ketika melewati hari-hari yang indah bersama dengan orang yang sangat aku sayangi, Bunda dan Ayah. Ketika mentari sudah mulai meninggi akupun kemudian langsung mandi dan melaksanakan sholat sunnah Dhuha, setelah selesai membantu Bunda terlebih dahulu.

               “Fatimnya ada bun?” tanya Salma saat dia sedang main ke rumahku.

               “Fatimnya masih sholat dhuha nak, tapi bentar lagi udah selesai kok, kamu tunggu di sini dulu ya, Bunda mau kasih tau Fatim dulu”

               “Iya Bun, terima kasih” ucap Salma singkat, sedangkan Bundapun langsung pergi meninggalkannya sendirian di ruang tamu.

               “Ada Salma tuh di depan, kamu temuin dulu ya” ucap Bunda kemudian setelah aku selesai sholat Dhuha, tanpa di minta yang kedua kalinya akupun kemudian langsung menemui Salma, sahabat yang sudah aku anggap sebagai saaudaraku sendiri.

               “Sal, udah lama ?” tanyaku kemudian duduk di kursi sebelahnya.

               “nggak kok, oh iya Tim, aku mau ngajak kamu jalan-jalan nih sekalian beli buku juga”

               “Ohh, tunggu dulu ya aku mau izin dulu sama Bunda” ucapku yang kemudian hanya mendapat respon anggukan kepala darinya, sedang akupun kemudian langsung pergi meninggalkannya untuk menemui Bunda dan meminta izin darinya.

               “Bunda, aku mau izin ya, tadi aku di ajak sama Salma jalan-jalan sama beli buku juga”

               “Ya udah gak apa-apa, tapi jangan lama-lama, nanti kalau udah selesai langsung pulang jangan lupa hati-hati juga”

               “Iya bun tenang aja, makasih ya Bun” ucapku sambil senyum dan mencium punggung tangannya, syukurlah ternyata Bunda malah memberiku izin untuk pergi bersama Salma.

                                                                                          ***

               Senja itupun kini telah datang menyapa semua penduduk bumi, indah memang ketika di pandang, belajar dari senja kalau yang berakhir ternyata juga menyimpan keindahan tersendiri bahkan sering kali dirindukan meski hadirnya hanya sebentar. Dan setelah senja itu telah berlalu dengan menyisakan kerinduan kini malah bergantian dengan sang malam yang juga menghadirkan taburan-taburan bintang yang indah nan berkilau di atas langit sana. Subahanallah lagi-lagi rasanya aku merasa takjub akan keindahan yang Engkau ciptakan ini, selepas sholat Isya’ Ayah dan Bunda memanggilku untuk ikut duduk bersamanya, katanya ada hal penting yang akan dibicarakannya denganku.

               “Tapi Yah, Fatim masih tidak memikirkan tentang itu, Fatim masih mau kuliah dulu” ucapku tetap sopan, aku bahkan ingin mewujudkan cita-ciataku dulu, fikirku ketika Ayah tadi memberitahuku klau ada seorang ustadz dari Pesantren Sidogiri yang ingin mengkhitbahku untuk menjadi istrinya, dia tampan, baik, perhatian, pintar, anaknya kiai, bahkan kalau soal agamanya sudah tidak mungkin diragukan lagi setelah 10 tahun dia menimba ilmu di Pesatren Sidogiri. Aku tau mungkin itu adalah kesempatan emas untuk mendapatkan calon suami idaman.

               “Ya sudah tidak apa-apa itukan semuanya terserah kamu nak, Ayah tidak akan memaksamu meskipun teman-temanmu yang lain juga sudah banyak yang menikah dan sudah punya anak, pilihanmu juga pilihan yang bagus Ayah dan Bunda pasti akan selalu mendukung apapun yang kamu pilih” ucap Ayah panjang lebar. Ayah memang benar, teman-teman di desaku ini memang sudah banyak yang menikah dan juga sudah punya anak, tapi untuk menikah dini, aku sama sekali tak pernah berfikiran soal itu, kesempatan memang tidak akan datang dua kali, tapi aku yakin Allah pasti akan menjodohkan wanita yang baik dengan laki-laki yang juga baik pula.

               “Jadi kau yakin nak tidak akan menerimanya? ini kesempatan mas loh” tanya Bunda memastikan jawabanku.

               “Tidak Bunda. Fatim masih pengen kuliah saja dulu masalah jodoh datangnya pasti tidak akan terlambat dan tidak akan tertukar juga, jadi mungkin saja dia bukan jodoh Fatim”

                                                                           ***

               4 tahun berlalu begitu cepatnya di Pesantren Miftahul Ulum tercinta ini, sudah banyak badai dan rintangan yang aku lewati bersama dengan teman-teman senasib seperjuangannku, meski semua itu tak mudah untuk kami jalani namun semuanya juga tidak akan menghalangi semangat kami untuk terus melangkah dan menggapai impian yang kami idamkan, happy grandation day itu kini tengah aku rasakan kebahagiaan bersama teman-temanku yang lain. Syukur Alhamdulillah hanya kalimat itu yang bisa aku panjatkan sekarang atas karunia yang di berikan-Nya padaku.

               “Dan yang mendapatkan penghargaan mahasisiwi terbaik dengan jurusan HKI diraih oleh ananda Fatimah Az-Zahraa putri dari bapak Saiful Qirom, kepada ananda dipersilahkan naik ke atas panggung untuk menerima pengghargaan yang akan diberikan oleh pengasuh pesantren”

Subahanallah sujud kembali aku panjatkan pada-Nya yang Maha Kuasa atas semua ini, ya Allah hanya kalimat hamdalah yang terus saja terlantun dalam hati dan mulutku sampai kemudian aku sampai di atas pentas dan tanpa terasa juga air mata haru itu kian turus menerobos begitu saja mengalir di kedua pipiku

               “Selamat yaa nak, kamu udah berhasil diwisuda dengan nilai baik dan juga menjadi mahasiswi terbaik, Bunda dan Ayah bangga sama kamu” ucap Bunda sambilaa menangis haru dan laansung memelukku saat aku sudah turun dari atas peentas.

               “Terima kasih Bunda semua ini juga berkat do’a Bunda dan Ayah juga”.

                                                                                          ***

               Hari terus saja berlalu sudah 1 bulan aku berhenti dari Pondok Pesantren Miftahul Ulum tercinta sejak aku sudah diwisuda S-1, sudah 1 minggu juga aku kenal dengan laki-laki yang bernama Ahmad Haris Fatahilah. Perkenalan kami cukup sederhana ketika dia tiba-tiba memberiku payung ketika hujan deras dan saat itu aku masih ada di masjid An-Nur berhenti untuk berteduh karna hujan masih saja turun dengan derasnya sedari tadi.

               “Tidak terima kasih” ucapku menolak payung yang dijulurkannya padaku.

               “Kenapa?”

               “Aku tidak ingin merepotkanmu”

               “Aku tidak merasa repot, aku kan ikhlas membantumu lagian hujan masih deras”

               “Aku mau menunggu sampai nanti saja kalau hujan sudah reda”

                “Ya sudah aku temani saja kamu dulu, kau tidak usah takut maksudku baik kok aku juga tidak akan macam-macam” ucapnya lagi yang membuatku kemudian diam tanpa merespon ucapannya sedikitpun.

               Meski baru kenal ternyata haris orangnya baik, dan juga ramah bahkan beberapa kali dia juga sempat membuatku tertawa karenanya. Selain tampan dia juga perhatian, bahkan dia juga banyak bercerita tentang pengalamannya yang juga sempat menjadi alumni Podok Pesantren Miftahul Ulum yang kemudian langsung meneruskan mondoknya kembali ke Sidogiri lalu ke Al-Azhar Kairo, Mesir. Setelah lama berbincang-bincang tanpa terasa hujan juga sudah mulai reda langsung saja aku pamit pulang kepadanya.

               “Aku mau minta maaf sama kamu” ucapnya lewat pesan whatsaap yang dikirimnya ke nomorku.

               “Kenapa kau meminta maaf padaku kau kan tidak bersalah” balasku singkat.

               “Aku yakin kau juga pasti pahamkan, setiap hari kita selalu saja kontekan meskipun tak bertemu kau pasti tau hukumnya kalau itu dosa, jadi daripada kau juga ikut berdosa karna aku, lebih baik aku akhiri saja sekarang maaf ya”

               “Kenapa kau mau pergi begitu saja saat aku sudah merasa nyaman dengan kata-kata bijak dan nasehat yang selalu kau berikan padaku” balasku seakan tak rela kalau dia tiba-tiba saja memutuskan komunikasinya denganku.

               “Kenapa kau merasa nyaman denganku? bukankah semua orang juga bisa melakukan hal yang sama seperti yang pernah aku lakukan padamu, please jangan membuatku merasa tak enak hati saat aku ingin memutuskan komunikasi ini”

               “Kau yang berani memulai lantas kenapa kau tak berani untuk menyelesaikannya”

               “Maksudmu? Kau ingin aku menyelesaikannya ?”

               “Ya kalau kamu memang berani”

               “Ya sudah dimana rumahmu? aku akan ke sana?”

               “Di timur masjid Nurur Huda” balasku singkat yang kemudian tak mendapat balasan lagi darinya.

                                                                                          ***

3 hari kemudian…

               Saat aku sedang asyik-asyiknya melantunkan kembali hafalan Al-Qur’anku seusai sholat Maghrib aku dengar ada tamu yang sedang berbincang-bincang dengan Ayah dan Bunda di ruang tamu, entah apa yang mereka bicarakan aku tak begitu memperdulikannya, hingga ketika aku selesai melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an itu tiba-tiba Bunda datang menghampiriku dan meminta tolong padaku untuk membuat kopi dan teh untuk tamunya, aku langsung mengiyakan permintaan Bunda.

               “Nanti kamu anterin ya” pinta Bunda sebelum pergi. Akupun kemudian hanya mengangguk pelan mengiyakan permintaan Bunda tadi.

               Setelah selesai akupun kemudian langsung saja mengantarkan teh dan kopi itu ke ruang tamu sesuai dengan permintaan Bunda tadi, dan sesampainya di ruang tamu aku terkejut saat yang ku lihat disana adalah Haris dan juga kedua orang tuanya.

               “Sini duduk” ucap Bunda menyuruhku duduk di sampingnya. Aku langsung menuruti permintaan Bunda dan duduk di sampingnya.

               “Bismillahirahmanirrahim jadi langsung saja, pertama kedatangaan kami kesini adalah untuk bersilaturrahmi dan yang kedua untuk mengkhitbah anak bapak dan ibu untuk anak saya Haris” ucap seorang laki-laki yang ku yakini adalah Ayahnya haris.

               “Bagaimana Haris apa kamu yakin ingin mengkhitbah fatim” tanya Ayahnya memastikan.

               “Iya yah” jawabnya singkat.

               “Bagaimana nak apa kamu mau?” tanya Ayah padaku. akupun sama sekali tak menjawab pertanyaan Ayah hanya bisa diam dan menunduk saja.

               “Diamnya sudah menjadi jawaban kalau dia juga mau” ucap ayah kemudian sambil senyum.

               “Kalau begitu kita tentukan saja tanggal nikahnya”

               “Bagaimana kalau 1 bulan lagi” ucap Ayah kemudian.

               “Alhamdulillah” ucap semua orang yang ada di sana, kemudian do’a apun langsung dipimpin oleh Ayahnya Haris yang  juga diamini oleh semua orang yang ada di sana.

                                                                                          ***

               Mentari kini seakan bersinar lebih indah daripada biasanya, mungkin dia sekarang juga ikut bahagia dengan acara pernikahan Fatim dengan Haris yang pastinya kini tengah bahagia. Acara pernikahan itu memang dilaksanakan cukup sederhana namun juga banyak para tamu undangan  yang ikut hadir dan memeriahkan acara pernikahan ini.

               Tak ada yang bisa menebaknya, sekalipun itu temasuk Fatim dan juga Haris. Allah tidak akan pernah salah memberikan jodoh kepada setiap hamba-Nya. Yang baik akan bersanding dengan yang baik begitupun yang jahat juga akan bersanding dengan yang jahat. siapa Sangka Fatim akan mendapatkan yang lebih baik dari pada sebelumnya meskipun itu juga sama-sama ustadz. Jika kita mau memperbaiki diri dari sekarang insyaallah pasti yang akan menjadi calon imam kita kelak adalah orang yang baik juga. Takdir bisa diubah dengan do’a begitupun diri kita bisa berubah menjadi lebih baik asalkan juga ada kemauan dan usaha, karena Allah tak akan mengubah suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang merubahnya.

Oleh Siti Nur Khofifa (Santri Pondok Pesantren Miftahul Ulum Bakid.

3 thoughts on “Cerpen : Antara Cinta dan Cita-cita

Leave a Reply