Hari-Hari kita belakangan ini banyak sekali dihiasi bunga-bunga api netizen yang meletup sana-sini, dan tak jarang memercikan bara api permusuhan. Semenjak era globalisasi ini mendunia, para netizen seperti bergulir dengan cara yang tidak semestinya, dan karena itu kita menyaksikan hal yang ganjil dan tidak wajar.
Semenjak kita memasuki era digital yang serba canggih, banyak dari oknum-oknum yang mencemarkan nama baik pihak lain dengan melontarkan komentar-komentar yang tidak patut untuk dilontarkan. Sehingga, terjadi perseteruan dimana-mana dan menghilangkan keharmonisan antar sesama. Pemerintah diadu domba dengan ulama, ulama diadu domba dengan sesama ulama, raykat diadu domba dengan pemerintah.
Hal semacam ini terjadi tidak lain karena banyaknya bertebaran berita-berita yang tak diketaui sumbernya dan komentar-komentar para pengguna media sosial yang notabene merendahkan martabat terhadap sesama. Era sekarang, kabar dan kejadian apapun dan dimanapun tersebar dengan cepat, begitu juga dengan komentar kita. Kebanyakan orang hanya melihat dari bentuk beritanya, kalau menarik maka seketika itu akan di-share tanpa menelusuri lebih dalam masalah yang terjadi sebenarnya, entah sesuai dengan realita yang ada atau tidak.
Dalam dunia maya, orang-orang lebih suka berkoar-koar dalam komentar yang menjatuhkan. Entah memang adanya niat buruk atau hanya sekedar ikut-ikutan. Tanpa berpikir panjang ia lontarkan kata-kata yang tak patut ia ucapkan. Sehingga, akibat dari perbuatannya itu acap kali menimbulkan konflik antar sesama dan mengajak orang lain untuk ikut-ikutan menyebarkan mengobarkan api permusuhan.
Orang yang suka mencari kesalahan orang lain dalam dunia maya disebut dengan netizen. Istilah netizen memang sudah familiar di telinga kita. Kebanyakan dari mereka pekerjannya hanya suka mencari-cari kesalahan orang lain kemudian memviralkannya. Pada gilirannya, orang lain juga terbawa omongan para netizen dan ikut-ikutan mere-post ulang. Akibatnya, hal ini bisa merugikan terhadap pihak yang bersangkutan.
Sebuah kritikan merupakan suatu hal yang dapat memberikan manfaat, dengan catatan kritik yang bersifat membangun bukan menjatuhkan. Betapa tidak, ketika kita menerima sebuah kritikan dari orang lain, itu pertanda bahwa ternyata masih ada orang yang peduli kepada kita. Sehingga, dari adanya kritikan tersebut akan menjadikan koreksi pada diri kita sendiri untuk membenahi diri menjadi yang lebih baik.
Di sisi lain jika tidak ada kritikan, maka kita akan menilai benar apapun yang kita lakukan. Padahal belum tentu apa yang benar menurut kita juga benar menurut orang lain, begitu juga sebaliknya. Sebagaimana perkataan Imam Syafi’i :
رأيى صواب يحتمل الخطأ و رأيهم خطأ يحتمل الصواب
Artinya : “Pendapatku benar dan mungkin salah, pendapat mereka salah dan mungkin benar”