Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
اِنَّ عِدَّةَ الشُّهُوْرِ عِنْدَ اللّٰهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِيْ كِتٰبِ اللّٰهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَا لْاَ رْضَ مِنْهَاۤ اَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۗ ذٰلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُ ۙ فَلَا تَظْلِمُوْا فِيْهِنَّ اَنْفُسَكُمْ ۗ وَقَا تِلُوا الْمُشْرِكِيْنَ كَآ فَّةً كَمَا يُقَا تِلُوْنَكُمْ كَآ فَّةً ۗ وَا عْلَمُوْۤا اَنَّ اللّٰهَ مَعَ الْمُتَّقِيْنَ
“Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan Bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu dalam (bulan yang empat) itu, dan perangilah kaum musyrikin semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya. Dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang takwa.(QS. At-Taubah 9: Ayat 36)
Kuasa Allah swt atas mukjizat-Nya, kata dua belas dalam al-Qur’an diulang sebanyak empat kali sebagaimana empat bulan yang diagungkan-Nya. Pertama dalam surat al-Baqarah : 60 menjelaskan dua belas mata air; Kedua dalam surah al Maidah ayat 12 menjelaskan dua belas pemimpin. Ketiga dalam surah Al A’raf ayat 160 menjelaskan dua belas mata air pula. Keempat Al Taubah ayat 36 menjelaskan dua belas bulan.
Kalau kita perhatikan antara dua belas dan empat itu adalah angka yang sama. Setelah empat kali Allah swt mengulang kata dua belas. Ternyata angka empat dapat menjadi dua belas pula setelah dikalikan sebanyak tiga kali. Dan Khulafa Al-Rasyidin pun adalah empat sahabat yang setia kepada Nabi Muhammad saw.
Berlanjut pada surat Al-Taubah, bulan yang jumlahnya dua belas terdapat empat bulan yang dimuliakan oleh Allah swt yaitu: Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab. Di dalam salah satu bulan yang empat itu ada satu bulan yaitu Muharram dijadikan awal bulan. Subhanallah…!

Sejarah Penetapan Kalender Islam
Sejarah penentuan dan penetapan tahun dan bulan pertama di tahun Islam ini diawali dengan diadakannya musyawarah. Kisah yang ditulis oleh pengarang kitab Bulugul Maram, Imam Ibnu Hajar al-Asqalani bahwa setelah masa khalifah Umar bin Khatthab radiyallah anhu melewati dua tahun setengah, tepatnya pada tahun ke-17 hijrah atau ada yang mengatakan 18 hijrah. Saat itu KhalifahUmar bin Khatthab radiyallah anhu menjabat sebagai khalifah ketiga.
Pada suatu hari, dia mendapat kiriman surat yang datangnya dari Abu Musa al-Asy’ari salah satu sahabat dan pejabat pentingnya, berisi ungkapkan atas kebingungannya. Karena terdapat surat-surat pemberian dari khalifah yang sampai kepada Abu Musa tapi tidak terdapat tarikh atau tanggalnya. Sehingga Abu Musa al Asy’ari merasa kebingungan untuk mengetahui antara surat yang baru dan yang sudah lama. Begitu juga untuk membedakan surat yang berisi perintah khalifah Umar bin Khatthab radiyallah anhu yang terbaru dan perintah yang sudah lama. Karena itu, Abu Musa mengusulkan kepada Khalifah Umar bin Khatthab radiyallah anhu untuk menentukan kalender supaya dia tidak merasa kebingungan lagi.
Lantaran Menerima usulan itulah akhirnya khalifah Umar bin Khatthab radiyallah anhu memberi pengumuman kepada seluruh orang-orang pentingnya untuk bermusyawarah tentang penetapan kalender Islam. Agar tidak ada lagi kebingungan di antara orang-orang pentingnya dan untuk memudahkan masyarakatnya dalam menjalani aktivitasnya.
Dengan tersebarnya perintah khalifah Umar bin Khatthab radiyallah anhu untuk melakukan musyawarah, akhirnya mereka pun berkumpul untuk menemui khalifah untuk membahas terkait kalender ini. Dengan berjalannya musyawarah antara mereka, ditemukanlah sebuah kesepakatan bahwa mereka memang wajib atau harus mempunyai kalender demi keteraturan berjalannya sebuah negara.
Namun demikian kesepakatan tersebut tidak bisa lepas dari perselisihan saat menentukan tahun pertama tersebut.sebagian dari mereka mengusulkan awal tahun di mulai dengan sejarah Nabi Muhammad SAW lahir. Sebagian lainya mengusulkan di tahun wafatnya. Ada juga yang mengusulkan dengan tahun bi’tsah Nabi Muhammad saw, yaitu waktu diangkat menjadi Rasul saat wahyu turun pertama kalinya. Adapula usulan dari sebagian kalender ini dimulai dengan hijrahnya Nabi Muhammad saw dari Kota Makkah Al-Mukarromah ke kota Madinatul Munawwarah.
Setelah Khalifah Umar bin Khatthab radiyallah anhu mempertimbangkan usulan-usulan dari para pejabatnya itu, akhirnya beliau mengambil kebijakan untuk memutuskan penetapan awal dibuatnya kalender Islam dikaitkan dengan hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah. Keputusan inilah yang kemudian diterima dan disepakati oleh sahabat yang lain. Setelah disepakati penentuan awal tahun itu, ada sebagian dari peserta musyawarah mengusulkan untuk bulan yang dijadikan sebagai bulan pertama adalah bulan Ramadlan, tetapi Khalifah Umar bin Khatthab menolak dan menetapkan dengan bulan Muharram karena pada bulan itulah para jamaah haji kembali ke negeri masing-masing.
Khalifah Umar bin Khatthab radiyallah anhu enggan memilih tahun Maulid dan tahun bi’tsah atau tahun Nabi menjadi Rasul. Karena mereka juga masih saling berselisih tentang waktu kapan tepatnya hari bi’tsah atau di utusnya Nabi Muhammad saw dan hari maulidnya Nabi.
Khalifah Umar bin Khatthab juga menolak menetapkan awal kalender Islam dimulai dari hari wafatnya Nabi Muhammad saw karena pada tahun itu adalah yaumul huzni atau tahun duka cita. Dan pada akhirnya disepakatilah tahun hijrahnya Nabi sebagai perkaitan dan permulaan tahun, sehingga ada istilah hijriah. Memang penentuan waktu itu jelas bagi mereka dan banyak yang ingat kapan terjadinya hijrah. Juga pada momen itu adalah momentum sebagai pembeda antara yang hak dan yang bathil.
Hikmah Adanya Awal Tahun
Ibnu Atha’ilah As-Sakandari dalam hikmahnya mengungkapkan
من أشرقت بدايته أشرقت نهايته
“Barang siapa di permulaanya bersinar (mengerjakan amal shaleh, baik awal menjalani aktivitas, memulai awal tahun dan lain sebagainya), maka di akhir hidupnya bersinar (baik) pula.”
Oleh karena itu, marilah kita tingkatkan amal ibadah kita, khususnya sepuluh hari permulaan kalender Islam “Muharram”, dengan memperbanyak amal amal kebaikan, berpuasa, banyak bersedekah dan amal amal baik lainnya. Allah swt memerintahkan kepada kita untuk memuliakan syi`ar-syi`ar-Nya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
ذٰلِكَ وَمَنْ يُّعَظِّمْ شَعَآئِرَ اللّٰهِ فَاِ نَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوْبِ
“Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya hal itu timbul dari ketakwaan hati.(QS. Al-Hajj 22: Ayat 32)
Hikmah kita memuliakan syi’ar syi’ar Allah swt seperti muharram ini, Allah swt tanamkan dalam hati kita iman dan takwa. Dengan iman dan takwa itulah kita dari terjerumus dari maksiat dan di tuntun ke jalan kebaikan. Alhamdulillah…!
Imam Ahazali dalam Ihya’nya menyampaikan :
إن الله سبحانه وتعالى إذا أحب عبدا استعمله في الأوقات الفاضلة بفواضل الأعمال وإذا مقته استعمله في الأوقات الفاضلة بسيّء الأعمال ليكون ذالك أوجع في عقابه وأشد لمقته لحرمان براكة الوقت وانتهاكه حرمة الوقت
Sesungghunya jika Allah swt mencintai hambanya, maka akan dituntun hamba tersebut untuk mengerjakan amal-amal baik di waktu waktu yang fadilah seperti muharram ini. Dan sebaliknya, bila Allah swt murka pada hambanya maka dia biarkan hamba tersebut untuk melakukan amal amal buruk di waktu waktu yang mulia. Agar Dia menambah pedihnya siksa dan murka-Nya, Karean ia telah terhalang dari kemuliaan waktu dan dia merusaknya.
Kita tidak tahu, kapan umur kita berakhir, seandainya besok kita wafat dan dalam keadaan beramal baik seperti sedekah, puasa dan amalan amalan baik lainnya, berarti kita wafat disaat memulai bulan Muharram dengan amal baik dan mengakhiri kehidupan di waktu itu pula dengan amal baik.
Dalam sebuah hadits marfu’
ما من حافظين يرفعان إلى الله صحيفة فيرى في اولها وفي اخرها خيرا إلا قال الله لملآئكته أشهدكم أني غفرت لعبدي ما بين طرفين – أخرجه الطبراني وغيره
“Tidaklah dua malaikat hafazhah melaporkan buku amal (seorang hamba) kepada Allah pada suatu hari, kemudian Allah melihat kebaikan pada awal dan akhir buku amal tersebut, melainkan Allah berfirman “sungguh aku telah mengampuni hamba-Ku atas apa yang terdapat diantara dua ujung buku amalnya”
Oleh karena itu, marilah kita perbaiki amal amal kita, khususnya di awal tahun ini, semoga akhir kehidupan kita kelak baik pula. Amiiin.
Penulis : M. Ghufron Hidayatullah, SH (Alumni PPMU BAKID yang sedang menempuh studi program Magister di UINSA Surabaya)