Sekolah Tinggi Ilmu Syari’ah Miftahul Ulum (STISMU) Lumajang, pada hari Sabtu Tanggal 07 Desember 2019 kembali mewisuda sebanyak 192 mahasiswa program sarjana S1 yang ke dua kalinya. Hal ini didorong oleh dukungan dan semangat para pejuang dari berbagai pihak, baik dari civitas akademika STIS Miftahul Ulum Lumajang maupun Yayasan Miftahul Ulum dan seluruh pihak-pihak yang terkait dalam mensuksekan acara tersebut.

Di hadapan para wisudawan dan tamu undangan yang berjumlah sekitar 700 orang Ketua STIS Miftahul Ulum Lumajang, Sarkowi, S.Pd.I., MA. menyampaikan beberapa hal penting yang perlu diperhatikan oleh para wisudawan. Pertama, kita patut bersyukur, khususnya para wisudawan, sebagaimana data Badan Pusat Ststistik (BPS) menunjukkan bahwa hanya 30% tamatan SLTA/sederajat yang melanjutkan ke jenjang Perguruan Tinggi. Hal ini patut kita sykuri karena para Sarjana lulusan STIS Miftahul Ulum Lumajang adalah termasuk bagian dari 30% tersebut.

Kedua, harapan kepada para sarjana agar tidak hanya sekedar memiliki legal formal yang berupa selembar ijazah, namun yang terpenting adalah sarjana harus selalu mendekatkan diri kepada Allah, berakhlak yang mulia, berprofesiolaisme, berintegritas tinggi dan berinterpreneurship. Sebagaimana yang telah menjadi motto STIS Miftahul Ulum Lumajang, yaitu “Religius, Profesional dan Kompetitif”. Sehingga pada saat menghadapi kehidupan nyata nanti, dengan ilmu dan pengalaman yang telah diperoleh benar-benar berlandaskan atas spirit dan etis dari nilai-nillai yang telah diperoleh selama kuliah. Dengan itu dapat dipastikan mampu untuk menangkap peluang yang bermanfaat bagi sesama di manapun kita berada.

Ketiga, wisuda merupakan sebuah penghargaan dan formalitas akademik, yang bukan berarti dengan wisuda kita berhenti belajar. akan tetapi belajar adalah kewajiban yang tidak dibatasi oleh masa. Karena “berhenti belajar maka akan menjadi pemilik masa lalu, jika anda terus belajar maka anda akan meraih kemenangan di masa yang akan datang”.
Di samping itu, beliau juga akan terus berupaya melakukan pembenahan dari berbagai bidang. Hal tersebut merupakan bentuk semangat dan optimisme Kampus STIS Miftahul Ulum Lumajang dalam upaya mewujudkan cita-cita Bangsa dan Negara dalam mencetak SDM yang berkualitas, cerdas, bertakwa dan beramal ilmiah sesuai dengan nilai-nilai yang telah diajarkan oleh kampus yang berbasis pondok pesantren dengan sistem integrasi antara pesantren dan kampus dan sesuai nilai-nilai keislaman yang berhaluan Ahlus Sunnah Wa Al-Jam’ah An-Nahdliyah. Sehingga dengan ini akan melahirkan sarjana yang profesional yang berkarakter ulama dan berjiwa interpreneurship.

Turut hadir juga dalam acara ini Koordinator Wilayah IV Surabaya Bapak Prof. Dr. Masdar Hilmy, S.Ag., MA, Ph.D, sekaligus Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya. Dalam Orasi Ilmiah yang beliau sampaikan, ada beberapa point penting khususnya bagi para wisudawan, bahwa para sarjana jangan pernah merasa sudah selesai dan merasa puas dengan apa yang telah dicapai, karena perjalanan ini masih sangat panjang. Sarjana harus bisa mengembangkan diri, baik yang melanjutkan kiprah akademiknya di tingkat S2, maupun yang mengaktualisasikan diri mengabdi pada masyarakat dan umat. Hal yang dibutuhkan di masyarakat saat ini bukan hanya gagasan-gagasan yang disampaikan dalam bentuk orasi, akan tetapi tidak kalah penting saat yng dibutuhkan adalah mental survive (bertahan) dalam mengahdapai berbagai macam tantangan dan perubahan yang terjadi, sehingga kita tetap bisa aksis dan dipercaya oleh masyarakat. Ini merupakan implementasi dari nilai-nilai sumber ajaran islam yang sudah kita ketahui yaitu “sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bada yang lain”.

Beliau juga memberikan tiga bekal yang harus dimiliki oleh para sarjana. Pertama, ta’allum (belajar), untuk tahapan mengekspansi pengetahuan dan memperluas cakrawala berfikir, sehingga kita tidak menjadi manusia yang cupet (berpandangan sempit), tetapi kita harapkan para sarjana mampu menjadi manusia yang open minded (berwawasan luas) memiliki jangkauan pandangan ke depan. Apalagi kehidupan kita ke depan jauh lebih menantang, sekarang kita hidup di zaman era digital atau era revolusi industri 4.0, dimana di era ini secara tidak kita sadari banyak sekali perubahan-perubahan yang justru mengoyak dan menggoncang fondasi-fondasi dalam kehidupan kita di segala bidang, baik di bidang ekonomi, sosial, budaya, politik dan kehidupan umat beragama.
Kedua, ta’abbud (ibadah), dalam konteks ini, adalah pondok pesantren sudah membekali kita dalam hal ibadah, baik ibadah mahdlah yang berupa ibadah ritual-vertikal yang urusannya dengan Allah, maupun ibadah sosial (horizontal) yang berhubungan dengan sesama manusia. Hal ini sebagaimana yang telah diajarkan oleh al-quran, yaitu وما خلقت الجن والانس الا ليعبدون (tidak aku ciptakan jin ndan manusia melainkan untuk beribadah). Prinsip ini harus dijadikan dasar kapanpun dimanapun kita berada. Dalam artian setiap aktivitas-aktivitas yang kita lakukan harus berdasarkan nilai-nilai ibadah.
Ketiga, takhalluq (berprilaku baik), yaitu berinteraksi dengan sesama manusia dengan tidak membeda-bedakan antara satu dengan yang lain, baik dengan tetangga, saudara, teman dan masyarakat. Karena pola berinteraksi inilah yang akan menentukan derajat kita di masyarakat. Kalau kita ingin dihormati oleh orang lain maka kita harus pandai-pandai menghormati orang lain.
Menrut beliau dengan ketiga bekal ini para sarjana lulusan STIS Miftahul Ulum Lumajang akan terlihat bernilai lebih di masyarakat daripada alumni yang lain. Dalam al-Quran Surat al-Majadalah ayat 11 dijelaskan bahwa “Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan orang orang yang diberi ilmu”. Kalau kita pahami dalam ayat ini Allah berjanji akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan orang-orang yang mendatangi majelis ilmu. artinya ayat ini bukan berarti mensyaratkan untuk diangkat derajatnya harus pintar, akan tetapi yang diamksud disini adalah ketekunan dalam mencari ilmu dari berbagai sumber, baik melalui majelis ta’lim, lembaga pendidikan, buku, internet dan lain-lain. Disamping itu nama Miftahul Ulum secara letterlijk (harfiyah) adalah kunci berbagai ilmu, artinya ilmu yang dipeljari di pesantren ini bukan hanya ilmu agama (diniyah) akan tetapi juga ilmu pengetahuan, teknologi dan sains (alamiah). Oleh karena itu para sarjana setelah pulang ke kampung halamannya masing-masing agar tidak melupakan pesantren apalagi memusuhinya. Karena diyakini atau tidak, hal itu akan berdampak buruk pada siapa yang berbuat demikian.
Acara wisuda ini ditutup dengan doa yang dipimpin oleh Pembina Yayasan Miftahul Ulum, RKH. M. Husni Zuhri. Namun sebelum berdoa, beliau sedikit menyampaikan beberapa hal terkait pelaksanaan wisuda tersebut. Menurut beliau acara wisuda merupakan sebuah bentuk syukur (tasyakkur) atas diraihnya gelar sarjana wisudawan dan wisudawati melalui proses yang panjang. Namun rasa syukur ini tidak hanya kita sekedar mengucapkan “alhamdulillah”, akan tetapi di samping itu juga ada dua bentuk syukur yang perlu kita lakukan, yaitu syukur dengan jawarih (raga). Menurut beliau segala bentuk proses berbagai aktifitas selama beberapa hari prawisuda yang dilakukan oleh para pihak terkait demi terselenggaranya acara wisuda ini dengan makasimal, adalah merupakan bentuk rasa syukur biljawarih. Yang ketiga adalah tasyakkur bil qalbi (bersyukur dalam hati), sebagaimana yang disampaikan oleh Prof. Masdar Hilmy, yaitu dengan menumbuhkan semangat, dalam artian dengan wisuda ini bukan berarti masalah sudah selesai, akan tetapi masih banyak lagi tantangan-tantangan yang akan di hadapi ke depan.


Oleh karena itu beliau berpesan kepada seluruh wisudawan, dengan kalimat yang sering disampaikan oleh para ulama dan merupakan motto beliau untuk Miftahul Ulum, yaitu اطلب علوما واجتهد كثيرا (carilah ilmu sebanyak banyaknya dan bersungguh-sungguhlah). Namun beliau menegaskan, bahwa yang dimaksud ijtihad di sini “bukan” jihad perang. Karena ajaran Islam yang kita anut adalah islam yang berhaluan Ahlu Sunnah Wa al-Jamaah, yang tidak mengaktualisasikan jihad dalam bentuk perang. Kembali beliau menegaskan bahwa islam yang kita anut adalah islam tawassuth (moderat), bukan islam radikal (yang cenderung keras).
Jadi menurut beliau, yang dimaksud dengan ijtihad di sini adalah bersungguh-sungguh dalam mencapai prestasi di masa yang akan datang.
Wa Allahu A’lam
Sahrul Hidayatullah (Alumni PP Miftahul Ulum Bakid)
Sumber: Live Streaming Chanel Youtube “PP Miftahul Ulum Bakid”